Latest Updates

KARTINI DAN LAJU REAKSI

Di malam yang dingin, ku perhatikan tetes demi tetes air dari langit, membasahi dedauan yang merunduk seolah tertidur dalam gelapnya malam. Suasana hening membuat hatiku tenang. Pikiranku seakan-akan terbawa ke dalam angan, menerobos pintu surga yang kekal kebahagiaan di dalamnya. Namun, lamunanku buyar sesaat mengingat hidupku yang serba ketergantungan dengan sahabatku. Mereka tak lain adalah konsentrasi zat, temperatur, dan luas permukaan zat.

Laju reaksi, begitulah orang kimia menyebutku. Aku bukan seorang Kartini yang dilahirkan untuk membela warganya, khususnya kaum wanita. Dia bak lampu yang menerangi dikala gelap, bagaikan intan yang berkilau di dalam tumpukan pasir, dia mengajarkan pada warga (khususnya warga Jepara) berkarya, membuat produk, yang nantinya menjadi sesuatu yang layak untuk diperjualbelikan. Tidak hanya itu, ia mengajarkan pada kaum perempuan tentang bagaimana mengaktifkan diri dalam masyarakat. Perempuan bukan tidak harus berada di belakang untuk selamanya, banyak potensi yang belum tergali dari kaum perempuan. Mereka tak perlu takut dan bersembunyi dengan mata berkaca-kaca da mulut terbungkam.

Itulah Kartini, lantas bagaimana dengan hidupku? Aku ada karena sahabat-sahabatku yang senantiasa mewarnai hidupku. Bahkan, andaikan sahabatku si Konsentrasi Zat tidak mau berhubungan dengan Waktu, seorang ahli kimiawan sekalipun tak kan pernah barhasil menemukanku.

Hidupku benar-benar tergantung pada mereka. Saat konsentrasi zat diperbesar, Aku turut membesar. Dan sesaat dia diperkecil, Akupun segera mengecil. Alangkah indah hidup ini saat ada seorang sahabat yang setia sebagaimana sahabatku “Si Konsentrasi”. Aku bahagia, namun aku juga merasa hidupku tiada berguna.

Hampir sama dengan Konsentrasi, sahabatku yang satu ini sangat sensitif saat terkena panas dan dingin, sebutlah namanya “Suhu/Temperatur”. Ibuku yang tidak paham dengan kimia juga sangat perhatian dengan Si Suhu sesaat beliau sedang menanak air untuk membuat minuman hangat, bahkan Aku akan dimarahi saat air yang ku masak habis terkikis dalam ceret gara-gara kelalaianku mematikan kompor.

Kembali pada pembahasanku, keberadaanku sangat tergantung pada Si Suhu. Tidak lain halnya dengan Si Konsentrasi. Ketika praktikan dalam sebuah percobaan kimia mereaksikan dua zat atau lebih, mereka mengatur suhu sedemikian rupa. Ketika Si Suhu meningkat, Akupun bergerak lebih cepat. Dan ketika Si Suhu diturunkan oleh para praktikan, Akupun berjalan pelan.

Selanjutnya, jasa sahabatku yang bernama “Luas Permukaan”. Dia tidak pernah risi sesaat Aku mengintai dirinya, bahkan dia mengetahui posisiku sebagai penguntit sejati. Aku hanya tersipu malu saat dia memergokiku. Tetapi Aku diciptakan sebagai sesuatu yang tidak kenal malu. Ketika Si Luas Permukaan ini membesar, Aku tidak sungkan untuk membesar pula. Dan ketika dia mengecil, Aku meringis sambil mengikutinya mengecilkan diri.

Selain ketiga sahabatku, Aku juga memiliki seseorang yang selalu melindungiku dari ancaman Energi Aktivasi. Aku merasa Energi Aktivasi seolah menyimpan sesuatu dariku, dia selalu ingin berbeda dengan pangeranku, “Katalisator”. Bukan Aku kepedean, tetapi memang seperti itu yang terjadi. Si Energi Aktivasi mengungkapkan perasaannya padaku dengan cara-cara yang membuatku lemah, hingga Aku bergerak lambat, akibatnya reaksi kimia juga sulit terjadi. Untungnya, kekasihku “Katalisator” selalu disediakan oleh para praktikan. Dengan keberadaannya, Energi Aktivasi diturunkan dan Aku bisa berjalan lebih cepat, serta dapat segera terbentuk produk kimia.

Aku memang bukan Kartini yang menyumbangkan jasa yang sangat tidak ternilai harganya dengan barang berharga manapun. Dia bukan Ibu negara tapi jasanya melebihi seorang pemimpin yang biasa-biasa saja. Sedangkan Aku hanya “Laju Reaksi”, hidupku tergantung pada ketiga sahabatku, “Konsentrasi zat, suhu, dan luas permukaan”, dan hidupku tiada berrati tanpa hadirnya pangeranku, “Katalisator” yang senantiasa menurunkan Energi Aktivasi demi tercapainya cita-citaku yaitu “Bergerak Cepat Menghasilkan Produk Kimia”.

Satu kata yang selalu Aku lantunkan kepada kalian, “Terimakasih” dan senyumku tak kan pudar dengan hadirnya kalian di sisiku. [Alvya]

1 Response to "KARTINI DAN LAJU REAKSI"